Meraup Untung dari Item Virtual (3): Bagaimana RMT Berkembang meski Terus Dilarang?

Meraup Untung dari Item Virtual (3): Bagaimana RMT Berkembang meski Terus Dilarang?

Meraup Untung dari Item Virtual (3): Bagaimana RMT Berkembang meski Terus Dilarang?

Kamu cari item-item game termurah? Cek dan daftar di sini.

===

Berbagai pihak pernah coba membatasi RMT. Mulai dari marketplace, perusahaan game itu sendiri, hingga pemerintah. Namun, karena desain game yang memang mendukung, RMT tak terbendung.

Pada awal 2007, eBay yang sudah hampir sedekade jadi wadah terdepan dalam jual beli item game tiba-tiba mengeluarkan aturan baru. Mereka melarang semua aktivitas berkaitan dengan Real Money Trading (RMT). Dunia game kala itu sempat gempar.

eBay beralasan bahwa kebijakan ini mereka terapkan sebagai respons atas keluhan pengguna. Saat itu memang banyak gamer yang tak begitu senang dengan sistem RMT. Bagi mereka, jual beli item virtual justru merusak sportivitas dalam game.

“Semua kebijakan yang kami buat, pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan pengalaman yang baik bagi pembeli dan penjual,” kata juru bicara eBay kala itu, Hani Durzy. “Kami ingin mereka terus datang, karenanya kami ingin menciptakan pengalaman yang baik bagi pengguna.”

Kebijakan itu tak bikin RMT lantas mati. Setelah eBay menerapkan larangan, situs-situs pihak ketiga serupa yang bahkan memang secara khusus menjadi penyedia wadah jual beli item virtual malah kian ramai. Bak jamur, mereka terus berdatangan dengan banyak cara.

Adalah hal wajar mengingat RMT termasuk lahan subur yang belum sepenuhnya terjamah. Pada 2007, dikutip Cnet, para ahli menyebut bahwa perputaran uang di sana mencapai angka 250 juta hingga 880 juta dolar Amerika Serikat per tahun.

Internet Gaming Entertainment (IgE) jadi salah satu yang terlibat dalam pusaran tersebut. Saat eBay menerapkan larangan, layanan yang lahir pada 2001 ini ketiban untung karena satu pesaing lenyap. Memang banyak situs serupa hadir tetapi tak langsung menyamai nama mereka.

“Ini (kebijakan eBay) jadi keuntungan bagi situs seperti IgE. Mereka bakal punya pasar yang begitu besar hanya untuk mereka sendiri,” kata Julian Dibbel, jurnalis New York Times yang pernah menulis Play Money: Or How I Quit My Day Job and Struck it Rich in Virtual Loot Farming (2006).

Terlepas dari keuntungan yang diperoleh IgE dan situs sejenis, keputusan eBay untuk meninggalkan lahan subur tersebut jadi bukti bahwa ranah ini penuh polemik. Namun, pada akhirnya RMT tetap berkembang dan kini semakin luas peredarannya.

Semua itu karena dua hal: Desain game yang mendukung serta komunitas yang sudah terlampau besar. Kita akan membahasnya di sini.

Desain Game yang Mendukung, Komunitas yang Besar

Ailin Graef punya dua dunia berbeda. Di kehidupan nyata ia seorang guru bahasa China. Di Second Life, Graef dikenal sebagai Anshe Chung dengan kekayaan yang melimpah ruah. Semua ini berkat desain game yang dibawa oleh Second Life.

Game itu memungkinkan Graef menjalani kehidupan lain. Ia bisa berinteraksi, membangun gedung, menyediakan jasa, berdagang. Beberapa pemain bahkan pernah membuka jasa prostitusi di sana. Tentu, semuanya terjadi secara virtual.

Meski begitu, akan ada uang sungguhan yang didapat. Pasalnya, semua hasil transaksi yang terjadi bisa ditukar dengan uang dari dunia nyata. Second Life menggunakan dolar Linden sebagai mata uang in-game yang tiap 257 dolarnya setara dengan satu dolar Amerika Serikat.

Dari skema demikianlah Graef meraih kekayaan. Mula-mula ia cuma membuka jasa gambar custom. Semakin hari, ia mulai membeli banyak tanah virtual, mengembangkannya sebagaimana tanah sungguhan, menyewakan, hingga menjualnya kembali.

Aktivitas ini bikin Graef a.ka. Anshe Chung dikenal sebagai raja real estate Second Life. Pada 2006, total kekayaannya mencapai angka 1 juta dolar AS. Tak satu pun orang lain yang pernah memiliki kekayaan di dunia virtual sebesar itu sebelumnya.

Fenomena ini sempat jadi polemik tetapi Linden Labs selaku developer tak mempermasalahkannya sama sekali. Mereka bahkan malah mendukung aktivitas tersebut. Sebab, memang seperti itulah konsep dan desain yang mereka usung dalam Second Life.

“Anshe Chung bikin Second Life lebih bernilai secara signifikan,” kata James Cook, perwakilan Linden Labs--meski mereka tak pernah sepakat Second Life dianggap sebagai sebuah game.

MMORPG beken bikinan MindArk, Entropia Universe, punya konsep yang mirip-mirip. Pemain bisa membeli mata uang dalam game (PED) dengan uang betulan. Tiap-tiap uang itu memiliki kurs tetap terhadap dolar sehingga tentu bisa ditukarkan.

Fakta demikian sekaligus jadi bukti bahwa seperti Linden Labs, pihak pengembang juga sengaja membuat konsep tersebut: Bahwa pemain memang didukung untuk melakukan transaksi dan menghasilkan uang. Tak pelak, aktivitas ini berkembang begitu pesat.

Kita akan menyebut nama Jon Jacobs untuk membahas perkembangan ini. Pada 2005, Jacobs yang punya nama avatar ‘Neverdie’ membeli asteroid virtual seharga 100.000 dolar AS. Lima tahun berselang, asteroid itu ia jual kembali dengan harga yang meningkat berkali-kali lipat: 635.000 dolar!

MindArk yang lantas kena berkahnya. Karena penjualan Neverdie, Entropia tercatat dalam Guinness World Record sebagai game dengan penjualan item virtual termahal. Mereka juga selalu meraih laba berlimpah lewat tiap transaksi di sana, termasuk 2015 lalu dengan laba mencapai 4 juta SEK.

Ada peran komunitas yang besar dari perkembangan RMT di dua game itu. Second Life, misalnya, yang pada 2017 memiliki pemain sebanyak 900.000 kendati tak sepopuler dahulu. Ini, ditambah fakta bahwa RMT memang bagian dari desain game-nya, bikin mereka semakin tak terbendung.

Yang menarik, hampir semua game yang memungkinkan jual beli item di dalamnya juga telah memenuhi dua aspek itu. Perputaran uang di sana bahkan lebih dari sekadar jual beli item virtual sebagaimana di Second Life dan Entropia Universe. 

Kita mengenal aktivitas farming mata uang/gold di World of Warcraft dan Rune Scape, jual beli akun game seperti di Point Blank, boosting service untuk menaikkan level di League of Legends, hingga top-up diamonds seperti yang banyak beredar di game mobile masa kini. 

Hanya, tak semuanya bernasib seperti Second Life dan Entropie Universe. CS: GO contohnya. Valve selaku pengembang sebetulnya tak bermasalah dengan RMT. Namun, kasus penipuan yang menimpa sejumlah pemain beberapa tahun lalu bikin mereka memperketat sistem.

Yang dialami FIFA lain lagi. Jelang merilis FIFA 2015, EA menegaskan larangan terhadap segala hal menyangkut FIFA point di FIFA Ultimate Team. Ini termasuk penggunaan bot untuk farming hingga jual beli poin. Pada edisi sebelumnya, EA bahkan mem-banned ratusan ribu akun akibat hal tersebut.

Meski begitu, FIFA point tak sepenuhnya hilang. EA masih menyediakan layanan in-game untuk mendapatkan hal tersebut secara resmi. Sayangnya, beberapa negara belakangan ini sepakat menerapkan larangan. Belgia termasuk salah satunya.

“Itu judi,” kata salah satu orang penting di kerajaan Belgia.

EA setuju menghapus item itu khusus di Belgia tetapi tak sepenuhnya sepakat dengan alasan Belgia. Mereka menganggap FIFA point sebagai bagian dari game. Dengan FIFA point, pemain dapat membeli paket tertentu yang isinya satu atau dua pemain, kendati kita tidak tahu apa yang akan didapat.

“Meskipun kami akhirnya mengambil langkah ini, kami tidak setuju dengan cara pihak berwenang Belgia mengaitkan ini dengan masalah hukum. Jadi, kami masih akan mencari kejelasan lebih lanjut tentang ini,” kata perwakilan EA pada awal 2019.

Beberapa bulan berselang, kejelasan rupanya belum ditemukan. EA malah ketiban sial beruntun sebab pemerintah Amerika Serikat juga menerapkan hal serupa untuk semua jenis game. “FIFA juga termasuk dalam undang-undang ini,” kata senator dari Partai Republik, Josh Hawley.

Pemerintah memang jadi salah satu aspek yang menghambat RMT. Persoalannya, selain judi, adalah ketidakjelasan soal siapa sebetulnya pemilik item virtual. Diablo III, game bikinan Blizzard--studio yang mengembangkan Warcraft, jadi contoh lain karena pelarangan di Korea Selatan.

Beberapa pengamat juga memprediksi keputusan eBay meniadakan jual beli item virtual terjadi karena persoalan pemerintah. Penulis Virtual Worlds: A First-Hand Account of Market and Society on the Cyberian Frontier (2001), Edward Castranova, salah satunya.

“Konflik yang mungkin bisa terjadi adalah dengan pemerintah. Seperti di Korea (Selatan) yang membuat undang-undang khusus untuk mengatur RMT. Ini yang sepertinya bikin eBay berpikir bahwa ini bukanlah bisnis yang menguntungkan,” ujar Castranova, dilansir Cnet.

Persoalan lain adalah ‘lingkaran sihir’ yang coba dibikin sejumlah game. Maksudnya, beberapa game benar-benar menciptakan ekonomi sendiri yang oleh Dmitri Williams, lektor kepala bidang komunikasi University of Soutern California, disebut sebagai upaya melindungi kesucian game.

Itulah kenapa Second Life tak banyak menemui polemik kendati perputaran uang di sana amat fantastis. eBay bahkan tetap mengizinkan transaksi Second Life di situs mereka. “Sedangkan game-game lain tampak benar-benar mencoba untuk menegakkan lingkaran sihir mereka sendiri,” ujar Williams.

Tapi para pemain selalu saja menemukan celah. Di sisi lain, layanan pihak ketiga tak berhenti menggali potensi keuntungan. Alhasil, segala bentuk larangan, entah dari developer sendiri atau pemerintah atau hilangnya layanan di eBay, tak lebih dari sekadar angin lalu.

Para pemain kini masih bisa membeli FIFA point, mencari skin senjata CS:GO, atau mengeluarkan uang untuk item-item sejenis lain yang sudah dilarang. RMT pun terus berkembang hingga mencapai titik yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Sebab, biar bagaimana, ini industri yang super menjanjikan. Terlebih, game-game yang disebut sebelumnya punya konsep yang memang mendukung RMT. Karena konsepnya demikian, komunitasnya akan terus bertambah, dan pusaran uang di sana tak bakal berhenti.

Satu-satunya cara untuk menghapus RMT adalah menghilangkan fitur yang memungkinkan RMT terjadi sepenuhnya. Tanpa fitur itu, tak bakal ada komunitas, dan RMT akan mati dengan sendirinya. Dengan kata lain, nyaris mustahil.

Kian mustahil jika kita melihat prediksi Tamara Slanova, pendiri Dmarket, platform jual beli item virtual yang cukup populer. “Akan ada pergeseran dalam industri game, bahwa di masa depan game akan banyak yang bisa dimainkan secara gratis.”

“Dengan begitu, satu-satunya cara bagi developer game untuk mendapatkan keuntungan adalah lewat penjualan item-item yang tersedia di dalam game mereka, sebutlah kostum di dalam game atau skin untuk senjata,” ungkap Slanova.

Baca juga: 

Linimasa Real Money Trading

Para Aktor Real Money Trading

===

itemku membahas topik khusus terkait game yang diolah secara mendalam pada tiap bulannya. Untuk edisi kali ini, kami membahas seluk-beluk Real Money Trading (RMT). Akan ada tulisan-tulisan lain terkait topik itu yang tayang per pekan. Mudah-mudahan.