Meraup Untung dari Item Virtual (4): Item-item Virtual Termahal dan Mengapa Orang Rela Membelinya?

Meraup Untung dari Item Virtual (4): Item-item Virtual Termahal dan Mengapa Orang Rela Membelinya?

Meraup Untung dari Item Virtual (4): Item-item Virtual Termahal dan Mengapa Orang Rela Membelinya?

Kamu cari item-item game termurah? Cek dan daftar di sini.

===

Harga sejumlah item virtual di artikel ini bakal bikin kita mengernyitkan dahi sebab angkanya kelewat tinggi. Tak salah bila kita bertanya-tanya: Apa yang sebenarnya mereka cari?

 

Apa hal termahal yang pernah kau beli?

Sebagian dari kita mungkin akan menjawab handphone, atau laptop, atau motor, atau mobil, atau rumah, dan sebagainya dan sebagainya. Barang termahal yang pernah dibeli Jon Jacobs, sementara itu, adalah sesuatu yang bahkan tak bisa kau sentuh dengan tangan.

Barang itu adalah sebuah asteroid virtual di game hasil pengembangan developer Swedia, Entropia Universe. Jacobs membelinya pada 2005 seharga 100.000 dolar Amerika Serikat. Ia sampai harus menjual rumah terlebih dahulu sebelum membeli item tersebut.

Jangan salah kira. Jacobs bukan maniak game. Ia adalah aktor, kreator film, sekaligus seorang pebisnis. Status terakhir itu yang jadi salah satu alasan Jacobs rela mengeluarkan banyak uang untuk sebuah item virtual. Yup, ia berencana menjadikan asteroid tersebut sebagai ladang bisnis.

Ada juga keinginan untuk menebus kesalahan di sana. Maksudnya, meski bukan maniak, Jacobs telah menghabiskan cukup banyak waktu kala bermain game. Dari situ ia berpikir untuk dapat memperoleh sesuatu dari game, dan salah satu yang terlintas adalah menghasilkan uang.

Pada 2010, Jacobs menjual kembali asteroid yang ia beli seharga 635.000 dolar yang sekaligus memegang rekor sebagai item virtual termahal di dunia. Tak cuma itu, ia juga sempat meraih 200.000 dolar per tahun saat masih menguasai asteroid yang diberi nama ‘Club Neverdie’.

Rencananya sukses.

“Dulu saya sering merasa bersalah. Bayangin, tiap nulis skenario, saya bisa main game sampai jam 4 atau 5 pagi! Sebaliknya, saya butuh berhari-hari untuk menulis. Saya jadi berpikir, ‘gimana caranya ngebalikin semua ini?’” kata Jacobs suatu kali.

Asteroid ‘Club Neverdie’ adalah satu dari banyak sekali contoh item virtual super mahal. Di Counter Strike: Global Offensive, misalnya, baru saja terjadi transaksi pembelian item virtual yang memecahkan rekor pembelian skin game termahal di dunia.

Skin tersebut adalah ‘StatTrak M4A4 | Howl 4x IBP 0,003’. Item ini terjual seharga 100.000 dolar. Sebelumnya disebut-sebut mencapai 130K, tetapi angka itu dikonfirmasi ulang menjadi 100K. 

Sayangnya, satu-satunya identitas yang bisa diperoleh dari pembeli adalah ia seseorang dari China. 

Terkait motif, tak ada informasi sama sekali. Kita juga akan kesulitan menguak mengapa ada yang rela membeli Wardog seharga 38.000 di DOTA 2, pedang langka seharga 16.000 dolar di Age of Wulin, atau item-item lain yang tergolong sebagai item termahal.

Ini berbeda dengan Jon Jacobs yang jelas-jelas motifnya adalah berbisnis. Begitu pula dengan Anshe Chung, sang raja real estate virtual, yang rutin membeli properti virtual di Second Life.

Terlebih, sejarah mengingat bahwa pada akhirnya kedua orang tersebut memang mampu menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat dari item yang sebelumnya juga mereka beli mahal. Anshe Chung bahkan dikenal sebagia orang pertama yang punya kekayaan virtual sebesar 1 juta dolar.

Lantas, apakah selain motif dua orang tersebut bisa disimpulkan sesederhana upaya agar tak terkalahkan kala bermain game--seperti yang banyak disebut orang-orang?

Bisa saja. Tapi faktanya beberapa item di game seperti Ragnarok Online atau DOTA 2 cuma berupa skin alias item kosmetik yang fungsinya tak lebih dari sekadar mengubah tampilan karakter. Tak ada alasan ‘demi menaikkan level’ atau sejenisnya di sana.

Singkat cerita, motif memang jadi tanda tanya besar.

Namun, menurut E. Huang dalam jurnalnya pada 2012 lalu, alasan paling umum seseorang membeli item virtual adalah segala hal menyangkut pemuasan diri. Sebutlah membentuk identitas hingga keinginan untuk lebih terlibat dalam sebuah game.

Klaim Huang juga dibuktikan oleh Jack Cleghorn dan Mark D. Griffiths lewat penelitian berbeda. Di sini mereka turut menambahkan sejumlah alasan lain yang lebih rinci: Demi eksklusivitas, fungsi item itu sendiri, daya tarik sosial, hingga usaha untuk sekadar mengkoleksi.

Dari semua motif itu, alasan terakhir yang tampaknya cukup sering dijadikan motif bagi seseorang untuk membeli item virtual. ohnePixel, akun Twitter yang cukup rutin berbagi info soal CS:GO bahkan menyebut seseorang dari China tadi sebagai kolektor.

Kian masuk akal mengingat barang yang ia beli sekadar skin yang secara fungsi tak penting sama sekali. “Seorang kolektor Cina baru saja membeli ‘4x IBP 0,003 ST | Howl’ ini dengan uang tunai 130.000 dolar (yang kemudian dikonfirmasi menjadi 100.000 dolar),” tulis ohnePixel.

Arief Rahadian dalam jurnalnya yang berjudul ‘Konstruksi Nilai Barang Virtual dalam Fenomena RMT’ menyebut bahwa ada banyak sekali alasan orang-orang membeli produk virtual. Maka, pada akhirnya kita tak bisa menyimpulkan apa-apa. Lagi pula ini perkara subjektif.

Satu-satunya yang bisa tarik dengan jelas adalah bahwa ranah ini, Real Money Trading (RMT), punya pasar yang besar.

Baca juga: 

Linimasa Real Money Trading

Para Aktor Real Money Trading

Bagaimana RMT Berkembang meski Terus Dilarang?

===

itemku membahas topik khusus terkait game yang diolah secara mendalam pada tiap bulannya. Untuk edisi kali ini, kami membahas seluk-beluk Real Money Trading (RMT).